Inovasi

Tentara Mesti Inovatif

Penulis : Kunto Arief Wibowo

TNI termasuk salah satu lembaga yang memiliki sedikit keleluasaan dalam menjalankan aktifitasnya. Leluasa dalam berpikir taktis dan strategis. Aturan yang ada akan dipandang lentur sepanjang itu bisa menunjang pencapaian tujuan.

Ini mungkin bertolak belakang dengan asumsi publik yang cenderung memandang organisasi TNI adalah organisasi yang kaku, otoriter, dan patuh komando. Doktrin ini memang ada pada TNI, komando adalah yang tertinggi dan perintah wajib dijalankan, maupun apapun pangkat dan jabatannya, ketika perintah datang, wajib dilaksanakan. Tapi sebenarnya para prajurit TNI adalah individu-individu yang kreatif dan dituntut untuk selalu berkreasi.

Pernahkah kita bayangkan, saat prajurit sedang berada di medan tempur atau dalam sebuah operasi darurat, menemukan kendala teknis seperti sarana prasarana dan peralatan yang kurang. Dalam posisi itu, haruskah TNI menunggu dulu instruksi atasan ataukah menunggu dulu suplai barang supaya tidak menyalahi ketentuan? Disinilah keleluasaan itu diberikan atau dalam bahasa lain, diskresi kebijakan.

Kebiasaan berpikir taktis dan strategis sesuai konteks lapangan, itulah yang selalu dicanangkan dan diperkuat pada tubuh TNI, apapun kesatuannya. Di Batalyon mereka dididik bersikap terhadap musuh, taktis dan strategis dalam bertempur. Sementara di Komando Teritorial, mereka dilatih untuk terampil menghadapi segala permasalahan di masyarakat. Ada sisi menghancurkan dan ada sisi kemanusiaan.

Keputusan lapangan sangat menentukan dinamika situasional maka diperlukan pemimpin yang berani secara nyata berhadapan dengan masalah, bukan teori dan asumsi terlebih pencitraan diri. Rakyat butuh tindakan nyata, bukan retorika kosong.

Menyoroti persoalan di masyarakat, khususnya Jawa Barat, bisa dilihat dari kenyataan yang ada. Setidaknya terdapat beberapa persoalan dasar yang dihadapi masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan. Pertama, bencana alam yang bermula dari krisis lingkungan. Kedua, keterbatasan dalam tata kelola lahan pertanian, Ketiga, krisis energi yang berdampak pada semua sektor, Keempat, masih ditemukannya potensi-potensi kemunculan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, Kelima, ketebatasan dalam mengakses dan mengelola sumber daya air (termasuk lautan),

Masalah di atas ada di depan mata, maka apa yang harus dilakukan? Secara struktural itu memang tupoksinya lembaga terkait, instansi pada lembaga pemerintahan.Tetapi ketika masalah berlarut, apakah kita akan mendiamkan saja. Tidak mungkin, harus ada tindakan nyata.

Berdasarkan hasil pembacaan, analisis serta diskusi dengan para pihak, solusi harus diambil dan kata kunci dari semuanya adalah Inovasi dan Solutif dengan berdasar pada sikap Adaptif.

Inovasi yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk membuat dan melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya mencari sesuatu yang baru, berbeda, dan tentu saja praktis dan mudah dilakukan. Inovasi termudah adalah penggunaan teknologi terapan, karena itu semua prajurit TNI di bawah Kodam Siliwangi, diwajibkan untuk bersikap inovatif, peka masalah dan segera mencari solusi. Inovasi untuk mencari solusi.

Maka prajurit harus bertindak nyata, bukan beretorika. Terciptalah kemudian berbagai inovasi yang kemudian langsung diterapkan. Terhadap bencana alam, yang dominan di Jawa Barat adalah tanah longsor dan banjir perkotaan. Solusinya adalah teknologi pencegah longsor. Kami mengembangkan program penguatan lahan masyarakat dengan mengembangkan budidaya tanaman penghijauan yang produktif dan ekonomis. Titik rawan dipetakan, koordinasi dilakukan, produk dijalankan.

Terhadap persoalan energi, masalahnya adalah minimnya energi alternatif yang dikembangkan di masyarakat. Maka perlu ada produk penghemat BBM, kita ciptakan. Perlu adanya energi alternatif, dibuatlah teknologi penghasil energi dari air dan udara.

Lahan yang tak lagi produktif dan subur, solusinya adalah teknologi penyubur lahan. Bios 44 dibuat dan diterapkan, basisnya ada pada semua Kodim dan Koramil. Sasarannya adalah semua masyarakat. Produk ini tak hanya pada lahan pertanian, tapi juga pada peternakan dan usaha perikanan masyarakat.

Masalah pangan adalah masalah mendasar. Petani harus kuat dan mampu, maka pertanian jagung secara massal dengan menggunakan segala teknologipun dikembangkan. TNI ada didepan dan sekarang kita tinggal menunggu panen, buah dari usaha selama sekian bulan.

Jika kita layangkan pandangan ke laut, jutaan masyarakat menggantungkan hidup pada sektor maritim ini. Merekapun dibelit masalah. Keterbatasan akses menangkap ikan, sampai pada keterbatasan dalam pengolahan hasil laut. Memfasilitasi nelayan agar bisa ke laut dengan BBM murah dan hemat adalah yang pertama. Selanjutnya adalah pengolahan, maka teknologi pembuatan es batu kita cobakan.

Persoalan air bersih, ternyata juga jadi problem. Sulitkah? Tidak, karena kita punya sumber laut yang begitu luas. Masuklah teknologi pengubah air laut menjadi air minum. Masyarakat sekitar tinggal meneruskan dan menikmati apa yang sudah dibuat.

TNI bukanlah juru selamat, bukan pula lembaga yang ahli di segala bidang. TNI juga bukan lembaga bisnis yang akan cari untung secara ekonomis dari apa yang dilakukan. Semua itu adalah wujud konkrit dari tagline TNI harus inovatif, solutif, dan adaptif. Semangat yang kita kembangkan adalah semangat berbagi, bukan bertransaksi. Kegagalan juga kerap ditemui, tapi itulah perlunya inovatif dan juga diskresi saat masalah ditemukan. Tak usah beralasan pada anggaran tak turun atau anggaran tak tersedia. Rakyat tidak makan duit, tapi solusi konkrit.

Ada adagium yang berkembang saat pengalaman saya di berbagai daerah. “Andai kami mampu mengaspal jalan sendiri, tak perlu kami meminta ke pemerintah. Andai kami mampu membuat listrik sendiri, tak perlu kami berharap pada PLN.” Intinya kemandirian. Potensi itu ada, tinggal bagaimana kita berupaya menjembataninya. Rakyat kita mampu hanya mereka mungkin belum tahu atau justru mereka memang sengaja dibuat tidak tahu alias dibodohi. Pembodohan inilah yang diperangi oleh TNI, termasuk pembodohan yang menyasar pada ideologi. Itu musuh besar TNI.

Tulisan ini sudah pernah dimuat di Harian Pikiran Rakyat 11 Oktober 2022

Scroll to Top