Mounted Mortar, Inovasi dalam Modernisasi Alutsista

Penulis: Kolonel. Cpl. Tusih Widayat*

*Kepala Bidang Daya Gerak Puslitbang Iptekhan Balitbang Kemhan RI

Dalam dunia militer, aspek kecepatan dan ketepatan menjadi kunci utama. Kecepatan ini bisa dalam konteks cepat mengambil keputusan, cepat berpikir, termasuk cepat dalam bergerak. Kecepatan kemudian dituntut untuk tepat, bukan sebuah perkiraan semata. Prinsip cepat dan tepat ini menjadi pegangan teguh, terutama pada satuan Infanteri.

Infanteri adalah sebuah kecabangan di militer Indonesia yang dikenal sebagai pasukan darat. Satuan ini sering juga disebut dengan Queen of Battle atau Ratu Pertempuran. Bahkan ada istilah yang disempatkan, sebuah pertempuran belum bisa dikatakan dimenangkan jika belum dikuasai oleh infanteri. Ini menunjukkan bahwa Infanteri adalah unit paling penting yang menentukan sebuah pertempuran.

Dalam prakteknya, Infanteri dilengkapi dengan berbagai persenjataan, baik yang dikatagorikan ringan, sedang maupun berat. Selain itu dibentuk pula satuan yang disebut dengan Infanteri Mekanis, yaitu satuan yang dibentuk khusus dengan mengandalkan ragam teknologi modern sebagai alat persenjataannya. Salah satu peralatan tersebut adalah Mortir, yaitu persenjataan yang mampu menembak sasaran dalam jarak tertentu dengan daya hancur besar.

Akan tetapi, membawa dan memindahkan mortir bukanlah pekerjaan mudah. Ini disebabkan mortir berbeda dengan senapan yang bisa ditenteng. Mortir memiliki bobot jauh lebih berat, apalagi ditambah amunisi. Satu unit mortir sedang kaliber 81 mm  bisa mencapai bobot 48,9 kg. Jelas ini bukanlah pekerjaan mudah untuk memindahkannya, padahal ini merupakan senjata penting bagi infanteri. Oleh sebab itulah perlu ada modifikasi dan inovasi tertentu guna memperlancar upaya memindah-mindahkan mortir dalam sebuah operasi. Apabila selama ini mengandalkan tenaga prajurit (manusia), perlu pula metode lain dengan mengandalkan penggunaan sarana angkut.

Gambar 1. Bagian Mortir 81 mm

 

Infanteri dan Modernisasi Alutsista

Tantangan dinamika peperangan yang sekarang beralih pada metode Hybrid War (perang hibrida) adalah realitas yang harus direspon secara cepat. Peperangan yang memadukan strategi konvensional, perang asimetris, dan ancaman perang siber, menuntut pula penyesuaian-penyesuaian tertentu. Aspek ini berkaitan dengan modernisasi peralatan.

TNI AD telah merumuskan berbagai kebijakan dalam pembangunan kekuatan dan modernisasi Alutsista. Kebijakan ini direalisasikan melalui program Rencana Pembangunan Kekuatan Minimum  TNI AD, yang mencakup pengembangan modernisasi Alutsista, termasuk peningkatan kemampuan Senjata Lawan Tank (SLT) dan pengembangan Infanteri Motorize dan Mekanis.

Satuan Infanteri Mekanis menjadi salah satu fokus pengembangan organisasi TNI AD, dengan penerapan teknologi modern untuk meningkatkan mobilitas dan kemampuan tempur pasukan. Satuan ini kerap disebut Batalyon Infanteri Mekanis (Yonif Mekanis) yang terdiri dari tiga Kompi, yaitu  Kompi Senapan, Kompi Bantuan, dan Kompi Markas.  Khusus Yonif Mekanis memiliki fungsi utama meliputi, (1) Manuver. Melaksanakan gerakan di berbagai medan menggunakan kendaraan tempur lapis baja. (2) Tembakan. Melaksanakan tembakan sistem senjata untuk menghancurkan kekuatan musuh. (3) Pertempuran jarak dekat. Melaksanakan penghancuran atau penawanan musuh dengan segala kemampuan senjata dan perlengkapan.

Infanteri mekanis dilengkapi dengan pengangkut personel lapis baja (APC) atau kendaraan tempur infanteri (IFV) yang memberikan perlindungan dari tembakan musuh. Senjata pendukung infanteri mekanis juga dilengkapi dengan transportasi bermotor atau dipasang langsung pada kendaraan tempur.

Mobilitas Mortir dan Munisi

Pada Kompi Bantuan Yonif Mekanis terdapat 1 Peleton Mortir Sedang (Morse) yang terdiri dari 3 Regu Morse dengan total 6 pucuk mortir sedang. Setiap pucuk Mortir 81 mm terdiri dari tiga bagian utama, yaitu Laras (barrel) dengan berat 20,9 kg, Kuda-Kuda dan Alat Bidik (Bipod) seberat 15,5 kg, dan Landasan (base plate) yang mencapai 12,5 kg. Total berat 48,9 kg. Satu kali Bekal Pokok Munisi (1 x BP) sejumlah 72 butir dengan berat total 360 kg. Dalam operasi pertempuran, biasanya hanya dibawa sepertiga BP atau 24 butir (120 kg).

Dengan total berat senjata dan munisi 168,9 kg, jika dibagi rata kepada 6 prajurit awak Morse, setiap prajurit akan memanggul beban sekitar 28 kg, ditambah perlengkapan perorangan sekitar 18 kg. Total beban 46 kg per prajurit tentunya akan menurunkan kemampuan tempur di medan operasi yang berat.

Dalam konteks itu, penggelaran Morse 81 mm secara manual membutuhkan waktu sekitar 5 sampai 10 menit, meliputi pemasangan landasan, penempatan laras, dan penyetelan sudut azimuth dan elevasi. Proses ini harus dilakukan secara berurutan, memakan waktu cukup lama hingga siap menembak. Demikian pula saat pembongkaran, memerlukan waktu yang relatif lama sebelum dapat melakukan pergeseran. Semua kegiatan harus dilaksanakan secara berurut/seri, tidak dapat dilaksanakan secara paralel, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai pada posisi siap menembak.

Inovasi Mortir Sedang

Atas dasar hal itu, penting bagi satuan Infanteri TNI AD untuk melakukan inovasi-inovasi alutsistanya, termasuk Mortir sedang pada Kompi Bantuan. Inovasi yang diusulkan adalah mengganti operasional Morse manual menjadi mounted mortar (mortir di atas kendaraan). Mortir memiliki alat untuk berpindah dengan mudah dan cepat.

Pemilihan platform kendaraan yang cocok untuk mounted mortar sesuai kondisi medan Indonesia adalah kendaraan taktis ¾ Ton 4 x 4 atau 6 x 6. Pertimbangan ini didasarkan pada kondisi jalan dan alam yang terjal dan sempit di beberapa wilayah, kebutuhan kendaraan dengan dimensi kecil namun memiliki kemampuan angkut berat dan manuver tinggi, kesesuaian dengan beban sistem mortir (kurang lebih 1 Ton, termasuk laras dan 1 kali Bekal Pokok Munisi), dan ketersediaan kendaraan taktis ¾ Ton di lingkungan TNI dan masyarakat, memudahkan operasional dan pemeliharaan. Sistem mortir yang dikembangkan juga memungkinkan modifikasi untuk platform kendaraan yang lebih besar, seperti untuk mortir 120 mm yang dibutuhkan untuk sasaran yang lebih besar atau jarak yang lebih jauh.

Secara lebih jelas, beberapa keunggulan penggunaan Mounted Mortar dengan Mortir Manual tampak dari gambar berikut :

 

Gambar 2. Perbandingan Mounted Mortar dan Mortir Manual

Oleh karena itu, modifikasi dan inovasi kendaraan khusus pengangkut mortir menjadi penting untuk dilakukan. Hal ini bisa diwujudkan dengan membuat modifikasi-modifikasi khusus pada kendaraan yang sudah ada, ataupun dengan membuat pengadaan baru. TNI tentu bisa melakukan itu karena sudah memiliki unit-unit khusus dalam melakukan inovasi alutsista.

Pengembangan kendaraan sistem pembawa mortir (mounted mortar) menjadi salah satu langkah penting dalam upaya modernisasi ini. Penggunaan kendaraan taktis sebagai platform mounted mortar akan meningkatkan mobilitas, kemampuan manuver, jangkauan tembak, serta kecepatan reaksi dalam penggelaran dan perpindahan kedudukan. Hal ini sejalan dengan karakteristik medan operasi di Indonesia yang sebagian besar berupa wilayah berbukit, bergunung, hutan lebat, serta banyak aliran sungai dan rawa.

Gambar 3. Desain mounted mortar

Menghadapi perkembangan teknologi dan perubahan skala peperangan di era modern, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap konsep perhitungan bekal pokok munisi dan sistem distribusinya. Modernisasi alutsista harus diimbangi dengan pembaruan doktrin dan taktik penggunaan senjata bantuan infanteri. Dengan demikian, satuan infanteri TNI AD dapat mempertahankan relevansi dan efektivitasnya dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman di masa depan.

Tentu saja gagasan ini masih membutuhkan pengembangan-pengembangan dan aksi nyata lainnya. Pengembangan dilakukan dengan prinsip dasar, peningkatan mobilitas, daya tembak, dan perlindungan. Selain itu perlu juga mengembangkan program pelatihan khusus bagi personel TNI AD dalam pengoperasian dan pemeliharaan sistem mounted mortar, termasuk aspek teknis kendaraan dan integrasi sistem senjata. Semua itu adalah bagian kecil dari ragam inovasi yang coba dikembangkan. Tidak ada yang mudah tapi tidak ada yang tidak mungkin. Tidak ada ide besar, jika tidak berawal dari ide-ide sederhana. Mounted Mortar adalah gagasan yang suatu saat mungkin saja akan dikembangkan menjadi gagasan yang lebih maju dan modern.

 

Scroll to Top