21 Juni 2019 lalu, jajaran Korem 032 Wirabraja melakukan kegiatan penyebaran 21.000 benih ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Selain di danau ini, juga saat ini sedang berlangsung proses penanggulangan pencemaran Danau Maninjau. Pada beberapa momen lain, Korem 032 WBR juga menggalakkan penanaman Akar Wangi (Chrysopogon zizanioides) yang diyakini efektif untuk penahan tanah agar tidak terjadi longsor, selain fungsi ekonomisnya yang juga tinggi. Sementara itu, di beberapa tempat, terutama pada komando teritorial (koter) di jajaran Korem 032 WBR, sedang berlangsung proses revitalisasi lahan pertanian, peternakan dan perikanan masyarakat. Dalam kerja lain juga dilakukan penanaman pohon pelindung di pinggir pantai barat Sumatera sebagai bentuk mitigasi bencana. Ditunjang oleh Bios 44, semua kegiatan tersebut, sampai saat ini menunjukkan progres positif.
Apa yang dilakukan unsur Korem 032 Wirabraja tersebut, mungkin hanya sebagian kecil dari berbagai dinamika masalah yang dihadapi rakyat di tingkat bawah, tetapi paling tidak sudah ada sesuatu yang coba dilakukan. Keberhasilan pada tingkat ini, secara bertahap dan sistematis akan dimassifkan sehingga bisa memberikan efek positif secara berantai.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut tentu saja tidak berlangsung dadakan atau teringat begitu saja. Sesuai amanah dalam UU TNI disebutkan bahwa ada fungsi operasi militer selain perang (OMSP) yang harus dilakukan. Hal ini sejalan pula dengan paradigma TNI sebagai tentara profesional dan menyatu dengan rakyat. Kekuatan rakyat adalah kekuatan utama TNI, khususnya TNI AD. Oleh karena itu, rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk penguatan rakyat, mutlak dilakukan.
Kenapa Korem 032 WBR terfokus pada aspek pertanian, perikanan, dan mitigasi bencana? Karena memang untuk wilayah Sumatera Barat, inilah problem mendasar. Fokus berbeda bisa saja dilakukan, khususnya di wilayah-wilayah TNI AD lainnya, disesuaikan dengan realitas dan masalah setempat.
Atas dasar itu, maka disusunlah serangkaian program yang tujuannya penguatan rakyat. Contoh kegiatan di atas merupakan bentuk konkrit. Hal ini menjadi bukti pula bahwa fungsi pembinaan teritorial (binter) TNI AD dijalankan secara terencana dan terukur. Binter adalah landasan tugas pokok bagi kegiatan tersebut.
Metode binter selama ini mengenal metode komunikasi sosial, pertahanan wilayah dan bakti TNI. Saya sendiri mengusulkan dan menambahkan metode teknologi terapan, sebagai unsur tak terpisahkan dari tiga metode yang ada.
Komunikasi sosial (komsos) dijadikan metode pertama yang fokusnya adalah pada upaya penyampaian pikiran dan pandangan jajaran TNI AD terkait dengan pemberdayaan wilayah pertahanan darat. Titik berangkat dari metode ini berasal dari unsur TNI AD itu sendiri. Oleh karena itu, syarat awal pelaksanaan metode ini adalah kapasitas dan kemampuan unsur TNI AD (selaku komunikator dalam proses komunikasi) agar memiliki segudang ide, gagasan, terobosan, untuk kemudian menjadi formula ampuh bagi penyelesaian masalah di wilayah pertahanan daratnya, baik pada manusianya maupun pada alam sekitar. TNI AD harus punya strategi dan gagasan untuk penguatan rakyat sekaligus juga pemberdayaan dan perlindungan lingkungan secara fisik. Titik tumpunya berasal dari TNI AD.
Cara di atas tentu tidak salah, karena memang metode dan pola pendidikan TNI AD sendiri mendukung hal itu. Seorang prajurit diajarkan selalu untuk berpikir kreatif, inovatif, punya segudang strategi saat terjebak masalah. Ini keterampilan dasar. Khas prajurit inilah yang kemudian menjadi bekal saat berkomunikasi dengan masyarakat dan memaknai lingkungan alamnya. Komunikasi sosial berada pada konteks ini. Seluruh jajaran Koter di Indonesia tentu sudah melakukan ini dengan pencapaian masing-masing sesuai wilayahnya.
Tetapi pada konteks sekarang, sesuai dinamika masalah yang juga terus berfluktuasi, kiranya komunikasi sosial ini bisa dikembangkan dan diperluas dengan melihat sisi lain. Metodenya bisa diperluas dan substansi juga bisa diperdalam.
Mengacu pada realitas yang saya alami di Sumatera Barat dan juga sebelumnya di Sumatera Selatan, persoalan di tengah masyarakat tidak lagi semata-mata soal kebutuhan dapur saja. Masalah itu ternyata kompleks dan berkelindan dengan hal lain. Bersawah, beternak ikan, berkebun karet, dan kegiatan ekonomi lain, ternyata tak bisa diselesaikan hanya dengan memberikan obat penghilang sakit, seperti distribusi pupuk dan pestisida. Ibarat orang sakit gigi, itu hanya penghilang sakit, tapi akar masalah tak terselesaikan.
Apa masalahnya? Hemat saya adalah terganggungnya keseimbangan lingkungan, khususnya hubungan manusia dengan lingkungan. Prilaku manusia dengan segala tindaktanduknya sudah mengganggu sisi sensitif ini. Bertani tak memperhitungkan hak hidup makhluk lain, beternak tak melihat kepentingan makhluk selain ikan, membangun rumah tak mempertimbangkan hak lalu lintas air. Ini masalah di tingkat tapak, yang jika dikaji lebih jauh, tentu punya kaitan dengan skema di atas yang lebih komplek.
Kita abaikan dulu kompleksitas di level atas, yang jelas terlihat adalah masalah di tapak. Ada dua unsur utama yaitu manusia dengan lingkungan. Perspektif komunikasi lingkungan sudah mengatakan ini, bahkan seorang pakar Barry Commoners menjelaskan hukumnya bahwa segala sesuatu terhubung ke yang lain (everythink is connected to everythink else). Anda rusak air danau, maka ikan akan mati, anda masukkan pestisida maka ekosistem akan terganggu. Anda rusak gunung, suplay air ke bawah terganggu. Sederhananya begitu.
Oleh sebab itu, sejatinya, pelaksanaan komunikasi sosial dalam metode binter saat ini dan kedepannya, harus dimulai dan dimasuki unsur pemahaman lingkungan yang baik. Komunikasi lingkungan adalah sisi yang bisa diandalkan. Komunikasi lingkungan yang seperti apa? Komunikasi yang menekankan pada pemahaman bersama bahwa manusia tak terpisahkan dari lingkungannya. Jangan hanya memperbaiki manusia tapi perhatikan juga hak ekosistem di wilayah itu.
Unsur TNI AD dalam pelaksanaan binternya, tak mesti menjadi layaknya seorang´”sinterklas”, tetapi juga belajar dari ekosistem yang ada dan bersama-sama memecahkan masalah. Sinergi dan partisipasi komunitas, itulah yang mesti dibangun. Bukankah alam terkembang jadi guru, sudah memberikan pedoman yang sangat luar biasa. Karena itu belajar bersama-sama, memecahkan masalah bersama-sama, tetapi tetap dalam konteks keseimbangan lingkungan.
Realitas yang sudah dilakukan oleh Korem 032 WBR selalu dalam kawalan pelaksanaan binter yang mengacu pada hal itu. Penanaman akar wangi adalah contohnya, dimana keseimbangan ekosistem jadi perhatian. Revitalisasi danau juga demikian, yang hakekatnya adalah revitalisasi ekosistem. Kita tidak semata-mata menyasar petani ikan, tapi juga menyasar komunitas lain (manusia dan non manusia) disekitarnya. Keseimbangan, itulah yang akan dibangun.
Tentu saja, ini harus dimulai dari perubahan paradigma individu di kesatuan TNI AD. “Cuci otak” terlebih dulu, baru berkreasi. Sulitkah ? Tidak, asalkan ada kemauan dan sedikit “paksaan”. Saya yakin ini jadi hal penting, tidak hanya bagi TNI AD, tapi juga unsur lain. Sinergi dengan pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, selalu dilakukan. Tigo tungku sajarangan, istilah di Minangkabau, patut jadi perhatian. Sinergi dalam melaksanakan komsos untuk semua makhluk.