Hybrid dan Pertahanan

Menjaga Negara dari 4 Sisi

Oleh : Kunto Arief Wibowo

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki segala-galanya. Daratan yang subur dan penuh potensi ekonomi, lautan yang sarat kekayaan terpendam, ditunjang pula oleh SDM nya yang begitu variatif dan heterogen. Tak mampu mengelola ini dengan baik, negara lain yang akan menginvasi.

Banyak ancaman yang sudah datang, baik langsung maupun tidak langsung. Termasuk yang tampak kasat mata maupun yang menggerogoti secara diam-diam. Realistis, karena memang daya tarik sangat besar. Tak sedikit pula orang asing yang sebetulnya mencari rezeki di negara ini melalui berbagai macam cara.

Semakin lama, ancaman itu akan semakin kuat sekaligus makin canggih. Ancaman militer bisa saja terjadi, geopolitik global yang sangat dinamis sangat mungkin menjadikan Indonesia sebagai sasaran. Tetapi ancaman non militer juga tak kalah gesitnya. Berbagai lini di negara ini, dicoba dan selalu diintervensi. Sadar atau tidak, ancaman non militer sudah begitu kuat masuk ke berbagai sisi kehidupan.

Oleh karena itu, sangat tepat ketika pemerintahan era sekarang, menetapkan salah satu misi utama, yang tertuang dalam point dua Asta Cita yaitu memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

Makna utama dari misi ini adalah sistem pertahanan keamanan negara sebagai hal krusial. Sistem hankam negara tidak bisa berdiri sendiri. Penopang utama adalah aspek non militer, yaitu berdaulat atas pangan, energi, air, ekonomi kreatif, hijau dan biru. Ada penegasan bahwa memperkuat sistem hankam harus kolaborasi semua unsur.

Sementara di sisi lain, pesatnya perkembangan teknologi informasi, menjadi ancaman tersendiri, selain tentu saja ragam peluang yang bisa dimaksimalkan. Kejahatan siber dan cyber war, adalah ancaman serius. Tidak bisa disepelekan karena kehidupan era sekarang dan mendatang bertumpu pada teknologi informasi.

Jika dulu ada adagium yang berkata bahwa siapa penguasa minyak dan SDA, dialah penguasa dunia. Tetapi sekarang dan kedepannya, siapa yang menguasai data, dialah penguasa dunia (Wibowo, 2019). Data adalah informasi yang memiliki makna.

Dalam konteks pertahanan negara, data ini bukan semata-mata data militer atau keamanan, tetapi data semua unsur bernegara. Data ekonomi, politik, sosial, SDA, lautan dan kekayaan di daratan, semua adalah harta berharga yang mutlak dijaga. Ancaman non militer banyak menyasar sisi ini.

Oleh karena itu, memperkuat pertahanan keamanan, menjaga kedaulatan, mau tidak mau harus aware terhadap semua “hak milik” yang kita punya. Dengan mengacu pada ragam ancaman kehidupan bernegara, maka sangat penting saat ini (juga di masa depan) memperkuat semua unsur. Saya menyebutnya menjaga negara dari 4 sisi. Sisi ini didasarkan atas semua potensi ancaman.

Sisi pertama, adalah kedaulatan di daratan. Indonesia memang bukan negara dominan daratan, tetapi pengaturan semua unsur ada di daratan. Jujur harus diakui, yang paling kuat eksploitasi saat ini adalah wilayah darat. Disitu ada petani, kebun, hutan, tambang, sungai, gunung, dan sebagainya. Jika mengacu pada sistem pertahanan bernegara, disitulah adanya TNI dengan matra daratnya. Tapi TNI AD tidak berdiri sendiri, disitu ada Kepolisian, pemerintahan dan masyarakat sipil, dunia usaha dan industri. Semua saling berkelindan.

Untuk mencapai kedaulatan yang betul-betul “berkelas”, tentu saja semua harus diperkuat. Artinya matra darat menjadi pioner terhadap matra-matra lainnya.

Sisi kedua, kedaulatan wilayah lautan. Geografis Indonesia sudah ditahbiskan sebagai negara maritim. Hampir 2/3 wilayah Indonesia adalah laut dan perairan. Ini mutlak harus dijaga dan dilindungi. Tak ada istilah kompromi untuk ini. Tetapi ancaman terhadap ini juga tidak sedikit. Kasus Laut China Selatan, Natuna, yang sudah melibatkan banyak negara, sampai sekarang belum juga memiliki jalan keluar. Ketegangan-ketegangan kerap terjadi.

Indonesia tidak bisa bersikap pasif, dan itu sudah ditegaskan oleh Pemerintah, bahwa Indonesia menghormati hukum internasional yang sudah disepakati. Jika kesepakatan ini dilanggar oleh negara lain, maka taruhannya adalah kedaulatan. Indonesia dengan matra lautnya adalah yang terdepan.

Sisi ketiga, kedaulatan di wilayah udara. Mungkin ini tidak terlalu menonjol. Tetapi tetap saja, segala sesuatu yang berada di atas daratan dan lautan, itu adalah hak Indonesia dan kita punya kuasa untuk bertindak. Pelanggaran wilayah udara juga berpotensi kuat menyerang atau melemahkan wilayah daratan dan lautan. Oleh sebab itu, penguatan wilayah udara dengan segala infrastruktur penguat, mutlak harus dilakukan Indonesia. Modernisasi peralatan untuk matra udara, adalah salah satu yang bisa dilakukan.

Sisi keempat, penguatan dan penjagaan secara ketat pada wilayah siber atau dunia maya. Secara teknis ini memang berhubungan dengan udara. Tetapi secara lebih komprehensif, bisa dikatakan bahwa ini memiliki potensi ancaman tersendiri dan nyata. Kasus pembobolan data, maraknya judi online, pinjaman online, adalah fakta-fakta bahwa wilayah ini memang rawan dan kerap jadi ancaman.

Mau tidak mau, memperkuat segala infrastruktur, kecanggihan berbagai teknologi, updating, serta memperkuat ranah regulasi, harus dilakukan. Tak ada kata kompromi juga di tataran ini, karena ancamannya begitu serius.

Terhadap semua itu (4 sisi pertahanan), seluruhnyapun  berkaitan dan saling mempengaruhi. Baik matra darat, laut, udara, siber, adalah kesatuan yang saling berhubungan.

Dalam konteks ini, paradigma integrasi dan interopabiliti harus jadi pedoman bersama. Masing-masing pihak harus bisa disatukan dan diikat dalam sebuah tatanan sistem pertahanan keamanan bernegara. Kita menyebutnya sishankamrata, tetapi makna utama adalah kesatuan dalam sebuah sistem yang berkelanjutan.

Produk utama yang harus dilakukan adalah menyusun serta melaksanakan rencana kontijensi nasional (Rekonnas). Kontijensi ini meliputi semua unsur, tidak hanya pada tataran komponen utama pertahanan (TNI/Polri), tapi juga wilayah komponen cadangan dan pendukung.

Tak ada yang bisa bergerak sendiri-sendiri, harus menyatu dalam sebuah ikatan sistem. Jika diibaratkan pada contoh TNI, maka antara matra darat, laut dan udara, semua harus saling menunjang dan memberikan kekuatan.  Aktifitas yang dilakukanpun haruslah aktifitas yang berhubungan dengan prinsip sustainability, keberlanjutan dan terstruktur.

Kelemahan-kelemahan pada tiap sisi seharusnya bisa ditutupi dengan penguatan pada sisi lain. Bersinergi, begitu logika terbaik. Mungkin memang tidak semua kebutuhan pada masing-masing sisi terpenuhi secara ideal, tetapi ketika kesatuan dan kepaduan gerak sudah bisa dijalankan, kekuatan itu akan muncul dengan sendirinya.

Scroll to Top