Oleh : Kunto Arief Wibowo
Terobosan-terobosan penting dilakukan oleh TNI pada tahun 2025 ini. Mulai dari yang rutin seperti rotasi jabatan, validasi organisasi, pembentukan unit-unit baru seperti Kodam dan Batalyon khusus non tempur. Roda organisasi lembaga penegak pertahanan negara ini terus berdinamika, berubah, berimprovisasi menyesuaikan dengan segala kebutuhan dan perkembangan zaman.
Di usia negara yang mencapai 80 tahun ini, dinamika di dalam tubuh TNI bisa dikatakan cukup tinggi, perubahan yang begitu kencang. Tentu saja, penyegaran yang sangat optimal terasa begitu lincah di dalam tubuh organisasi. Pimpinan TNI cukup responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan negara yang membuatnya harus bergerak cepat. Alhasil, tahun 2025 seakan menjadi momentum pengesahan dan legalitas yang resmi bahwa berbicara pertahanan negara, tidak melulu urusan pertempuran. Hakekat memperkuat fondasi atau basis kekuatan ditonjolkan.
Apa basis kekuatan TNI? Itulah rakyat, seluruh warga negara Indonesia. Sangat jelas disebutkan bahwa kuatnya rakyat maka TNI juga akan kuat. Begitu pula sebaliknya. Karenanya, jika masih banyak yang berasumsi bahwa TNI harus profesional dengan hanya berbicara soal pertempuran, persenjataan, strategi perang, jelas itu bukan pendapat mereka yang paham tentang apa itu ancaman pertahanan negara.
Jika bicara soal Indonesia secara keseluruhan, maka di usia 80 tahun sekarang ini, Indonesia memang dituntut untuk terus menggalakkan ragam inovasi. Tidak hanya soal inovasi teknologi ataupun sains, tapi termasuk juga inovasi kelembagaan, sistem, tupoksi, dan terutama soal cara pandang. Paham-paham lama yang terkesan konservatif, kaku, minim terobosan harus ditinggalkan. TNI memang sudah memulai itu, tapi saat berbicara Indonesia, tentu ada perspektif yang lebih luas.
Pertama, interopabiliti semua unsur kelembagaan negara. Sudah saatnya menghilangkan garis pembatas yang identik dengan ego lembaga ataupun sektoral. Negara ini tidak hanya selesai oleh satu atau dua lembaga, tapi butuh kebersamaan. Kerjaan militer harus berkorelasi dengan kebutuhan sipil, begitu juga sebaliknya. Kegiatan kelompok sipil, juga harus saling melengkapi dengan kelompok sipil lainnya. Apapun itu, akan sulit mencapai maksimal jika berjalan sendiri-sendiri, apalagi menikam kawan seiring. Alih-alih menjadi penyelamat, justru lebih tepat disebut pengkhianat. Berdalih memajukan bangsa dengan teknologi misalnya, tapi justru terbuai oleh kecanggihannya, lupa akan bahaya mengancam. Karena itulah perlunya interopabilti, saling dukung dan saling ingatkan jika ada yang keluar jalur.
Kedua, orientasi outcome/kemanfaatan dengan disiplin dan konsisten melalui proses yang adil dan transparan, ketimbang keterserapan. Sudah bukan saatnya lagi sekedar berwacana, atau hanya berkicau merdu di media sosial. Tinggalkanlah itu, bangkitlah dari kursi masing-masing, lepaskan segala fatamorgana media sosial. Sesuatu yang riil itu ada di masyarakat, ada di berbagai ruang publik, ada di sawah-sawah, ada di pinggir-pinggir pantai, ada di pasar-pasar tradisional. Fokuslah menghasilkan sesuatu yang bermanfaat langsung untuk orang banyak, bukan lagi sebatas rencana ataupun wacana. Konkritkan, tunjukkan outcome yang diharapkan. Ketika berbicara soal kesulitan nelayan dalam mengelola hasil tangkapan lautnya, maka teknologi pembuat es batu dimunculkan. Saat melihat sulitnya penyediaan air sehat, maka filter air dihadirkan. Itulah outcome, nyata.
Tentu saja, proses juga harus diperhatikan. Rekam jejak akan terlihat. Tidak bisa juga segala aturan ditabrak begitu saja. Tapi jangan hanya berhenti di proses, terpenting adalah kemanfaatan, berdampak istilah kerennya. Rubahlah asumsi yang selama ini selalu mendahulukan keterserapan anggaran ketimbang hasil yang jelas.
Ketiga, berorientasi pada keberlanjutan/sustainability. Semua unit pasti terbiasa dan lihai dalam membuat program kerja. Lembaga yang kuat biasanya tercermin dari perencanaan yang matang. Tapi sangat penting kedepannya, memformat rencana dalam sebuah program yang berorientasi jangka panjang. Bukan setahun dua tahun, tapi sepanjang masa. Di usia 80 tahun ini, negara membutuhkan itu. Jika TNI membuat inovasi persenjataan, maka semua sudah berorientasi kebutuhan jangka panjang, tahan lama, dan minim terhadap resiko perubahan. Sangat naif, jika membangun jalan tapi hanya untuk dipakai satu tahun. Sudah bukan masanya lagi berorientasi seperti ini, kita sudah 80 tahun.
Keempat, menempatkan semua kegiatan dengan orientasi keselamatan lingkungan hidup atau alam semesta. Sudah jadi pengetahuan bersama bahwa persoalan terbesar kedepannya adalah soal lingkungan. Entah itu ancaman bencana alam, krisis air bersih, krisis energi dan sebagainya. Rentetannya sangat panjang jika ini diabaikan, bergenerasi kedepan akan ditimpa kesusahan jika lalai terhadap hal ini. Semua kita pasti sudah tahu tentang teori-teori yang berbicara soal ini. Masalahnya, apakah itu sudah terwujud dalam berbagai program, rencana kerja, termasuk aplikasinya?
Kita percaya, kunci keberhasilan Indonesia dalam menjaga keutuhan bernegara adalah ketika semua komponen punya sudut pandang sama untuk menjaga keutuhan ekosistem lingkungan hidup. Sehebat apapun teknologi yang diciptakan, jika tidak berkontribusi positif bagi lingkungan, maka ia menjadi bom yang siap meledak.
Oleh sebab itu, jika sekarang TNI begitu gencar dalam ragam operasi militer selain perang (OMSP), sejatinya untuk menunjukkan dedikasi pertahanan negara yang berorientasi jangka panjang. Mungkin saja dalam prosesnya banyak kendala, ada dinamika, bahkan mungkin ada yang melenceng dari sistem, semua adalah proses yang membutuhkan penyempurnaan. Terpenting, road map itu sudah harus dikukuhkan. Cetak biru itu harusnya ada di kepala kita masing-masing, bukan tersimpan di dalam laptop ataupun sekedar postingan di media sosial.
Di usia 80 tahun, perlu perubahan mendasar di semua lini. Inovasi positif dan kreatifitas yang menunjang pertahanan bernegara, musti tertanam dalam benak masing-masing anak bangsa. Jika sudah paham itu semua, mewujudkannya, maka sejatinya kita sudah berdiri dengan basis kuat Pancasila untuk membangun kekuatan rakyat semesta serta offensif untuk bertahan. Jika tidak, jangan tersinggung jika dilabelkan sosok yang tidak Pancasilais.
Dirgahayu Republik Indonesia !!