Hybrid dan Pertahanan

Mengukuhkan TNI Prima-TNI Rakyat

Oleh : Kunto Arief Wibowo

Semakin lama dan semakin kesini, ragam tantangan kehidupan berbangsa terasa begitu komplek. Baik dinamika internal yang makin variatif, maupun gejolak ekternal yang mau tak mau akan berpengaruh. Istilah borderless state alias negara tanpa batas, sebagai konsekuensi kekuatan teknologi informasi, semakin nyata dan sudah sangat kasat mata. Sementara sebagaimana teori mengatakan bahwa laju pemikiran manusia untuk bisa beradaptasi cenderung lebih lambat. Ada kesenjangan yang signifikan pada wilayah tersebut (Zheng & Meister, 2025).

TNI berada pada kondisi itu, berpacu dan beradaptasi dengan kecepatan segala hal. Berbagai hal perlu dilakukan mengingat eksistensi TNI adalah potret kekuatan pertahanan negara. Sekarang diusianya yang menginjak 80 tahun, dorongan untuk bisa beradaptasi, sebagai pelaku pertahanan negara terus digerakkan agar tidak menjadi pengekor terhadap segala perubahan.

TNI bukanlah pemain tunggal pada institusi utama pertahanan negara. Sangat naif jika masih dikembangkan gagasan bahwa TNI semata-mata kekuatan perang, cukup berada di barak, bersiap dan menunggu jika ada ancaman. Perkembangan berbagai ancaman bukan lagi dominan kasat mata, tapi ada di berbagai sisi yang menyebabkan TNI harus siap pula dengan segala dimensinya.

Kita bisa lihat mengapa China begitu kuat dengan segala diplomasi dan propaganda luar negerinya yang kemudian menempatkan negara Tirai Bambu ini sebagai sebuah kekuatan pertahanan besar dunia. Modernisasi sektor pertahanan adalah salah satu kata kunci yang membuat kepercayaan diri mereka begitu besar. Bisa dibayangkan, China tidak lagi semata memperkuat militer secara konvensional, tapi juga merambah pada penguatan peperangan siber dan menguasai teknologi satelit (Tirziu, 2024). Militer ditekankan pada aspek profesional namun diperkuat pada berbagai sisi, lengkap pula dengan dukungan branding dari internal. Pendek kata, ada penguatan fisik serta perang psikologis yang dilancarkan.

Tentu saja TNI tidak serta merta harus sama dengan gaya China atau negara lainnya. Ada karakteristik khusus yang menjadi ciri khas, terutama paradigma sebagai negara dengan defensive active, serta filosofis Tentara Rakyat. TNI memiliki penciri ini, sekaligus kekuatan besar yang harus dioptimalkan.

Sebagai tentara rakyat, maka kedekatan dengan rakyat, hubungan simbiosis mutualistis dengan seluruh elemen masyarakat mutlak harus dilakukan. Bagi negara lain, profesionalitas dan totalitas itu ada pada konsistensi tentara hanya urusan persenjataan dan peperangan belaka. Pembicaraan tak jauh dari soal alutsista baik konvensional maupun super modern. Tetapi bagi TNI tentu tidak hanya itu, selain soal alutsista dan profesionalitas SDM, kemampuan untuk tidak pernah terpisah dengan rakyat juga harus dilakukan. Percuma punya segala kecanggihan teknologi, tapi hanya menjadi menara gading bagi orang disekitarnya.

Kesatuan seluruh elemen bangsa yang ada, itulah yang akan menjadi soko guru penopang kekuatan TNI. Jika TNI sebagai komponen utama pertahanan negara, maka ada unsur lain sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung. Semua berada dalam satu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Disitu ada unsur sarana prasarana, ada ormas, LSM, kelompok masyarakat, pelaku industri, pemerintahan sipil, dunia pendidikan dan sebagainya. Semua berperan pembentuk komponen pertahanan bernegara.

Sangat krusial ketika diteguhkan bahwa TNI harus siap dalam segala kondisi dan situasi, yang artinya senantiasa berkolaborasi dengan semua unsur komponen cadangan dan pendukung. Kesiapan TNI bukan pada kelengkapan sarana prasarana semata, tapi dukungan dari seluruh komponen.

Tantangan yang dihadapi, internal dan ekternal butuh kolaborasi semua pihak. Di internal Indonesia akan banyak friksi dan perdebatan. Tantangan secara internal tersebut sudah dimulai sebenarnya sejak pengesahan UUD 1945 hasil amandemen dulu. Muaranya kemudian pada hadirnya sistem demokrasi yang sangat luas dan bahkan cenderung tak terbatas. Ada banyak kecurigaan, syak wasangka, fitnah dan bahkan caci maki.

Sementara secara ekternal, berbagai perubahan dan ketegangan di tingkat internasional harus pula kita waspadai. Konflik Timur Tengah yang makin meluas, kisruh Rusia-Ukraina, ekspansi China ke Laut Natuna Utara, serta ancaman serangan siber yang masuk diam-diam tak bisa dianggap sebelah mata.

Oleh sebab itu, sebagai bentuk komitmen dan kesungguhan dalam menjaga negara ini agar tetap utuh dan kuat, semua unsur haruslah terlibat. Setidaknya beberapa hal penting bisa jadi catatan.

Pertama, siapapun di negara ini adalah bagian dari unsur pertahanan negara, baik sebagai komponen cadangan ataupun komponen pendukung. Andai ada satu pihak yang tidak berfungsi dengan baik, berarti ada sisi lemah pertahanan yang terbuka. Ambil contoh, lembaga pers, jika ada yang tidak menempatkan diri secara bijak dalam memperkuat perannya untuk pertahanan negara, berarti ada sisi yang bisa dimasuki pihak lain. Pemberitaan dan aktifitas mereka harus tetap profesional dan beretika, tapi ada frame atau bingkai sishankamrata yang diembannya.

Begitu juga kelompok politisi, partai politik, ormas dan lainnya. Mereka adalah bagian dari komponen pendukung. Semua aktifitas kelompok ini, apapun itu adalah bagian dari sistem pertahanan  bernegara.

Kedua, setiap komponen pertahanan negara tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, harus terkoneksi dan saling support. Mungkin dalam perjalannannya akan ada saling awasi, saling kontrol, itu hal lumrah, tapi yang jelas unsur yang ada harus saling terhubung dan saling melengkapi. TNI saling melengkapi dengan unsur pemerintahan daerah dalam bentuk kegiatan teritorial. Parpol, ormas, LSM saling melengkapi dan harus terkoordinasi dengan komponen lainnya, termasuk dengan TNI.

Ketiga, komitmen untuk menunjukkan aksi nyata dalam bentuk kegiatan yang riil. Ini dibutuhkan karena saat ini rakyat memang membutuhkan itu. Tidak terlalu penting sebetulnya koar-koar di media sosial atau media online, tapi kiprah konkrit yang ditunjukkan. Hindari pencitraan berlebihan karena yang dibutuhkan adalah hal konkrit.

Keempat, harus disadari bahwa kita masih beradaptasi dan terus menyeimbangkan diri dengan kekuatan teknologi informasi dan komunikasi. Jika sekarang ada selorohan muncul bahwa no viral no true, itu harus dilihat dalam kacamata transformasi yang belum selesai. Tidak bisa ini dibilang sederhana, karena berpotensi besar terhadap ancaman pertahanan bersama. Kebenaran itu harus kita pahami dan dalami terlebih dahulu, tak bisa hanya didasarkan pada sesuatu yang viral.

80 tahun TNI sepertinya akan terus berdinamika pula dengan segala yang ada. Impian mewujudkan TNI Prima-TNI Rakyat-Indonesia Maju, sebetulnya akan terealisasikan pada aspek di atas. Prima  itu bukan dengan bergerak sendiri,  tapi bersama-sama. Prima untuk terus berdedikasi kepada NKRI, seluruh rakyat Indonesia, dan kemajuan kita raih bersama.

Scroll to Top