Pemberdayaan Masyarakat

Memberdayakan Masyarakat dengan Teknologi Terapan, Pengalaman di Kepulauan Riau

Oleh : Kunto Arief Wibowo

 

Selama ini, Kepulauan Riau identik dengan wilayah dominan perairan, laut adalah destinasi ekonomi paling utama. Tidak salah memang karena daerah ini dilingkupi berbagai gugusan pulau, dipisahkan lautan, provinsi kepulauan. Gugusan pulau di Kepri termasuk daerah terluar Indonesia, berbatasan langsung dengan Malaysia, Singapura, Vietnam dan Thailand. Strategis dan sangat vital tentu saja.

Pariwasata, nelayan, industri dan sektor jasa adalah bidang ekonomi dominan. Potensi dan geografis memang karakteristiknya demikian. Tetapi jangan salah, ribuan warga masyarakat Kepri, sebetulnya tidaklah melulu menjadi nelayan atau mengandalkan dari hasil laut saja. Laut hanya bisa dimaksimalkan saat musim atau cuaca menunjang. Saat terjadi fenomena angin musim utara, jangan diharap mampu ke laut. Ancaman gelombang tinggi sangat besar.

Pada saat itu terjadi, maka berpindah ke daratan, mengoptimalkan potensi pertanahan adalah solusi terbaik. Tapi ini juga tidak mudah, sebagian besar wilayah Kepri bukanlah daerah dengan lahan pertanian subur. Unsur hara tanah sangat minim. Kesulitan pasti dialami masyarakat. Kondisi ini jadi masalah khusus, yang belum tertuntaskan secara maksimal.

Karakteristik tanah di wilayah ini banyak yang mengandung mineral batu bauksit, tanah keras, sehingga sulit untuk diolah. Pada saat musim angin utara, ada juga beberapa warga yang mencoba mengolah menjadi lahan pertanian. Yang terjadi kemudian adalah kegagalan. Ini membuat keengganan masyarakat, dan bahkan sudah bisa dikatakan trauma mengolah lahan.

Di sisi lain, air bersih juga menjadi masalah. Sumber bahan baku air tanah tidaklah mudah. Yang kemudian subur adalah jasa penjualan air bersih dengan harga yang tentu tidak murah. Rp. 100.000/100 liter atau satu toren air.

Sulitnya mengolah lahan, sementara kebutuhan hidup terus meningkat, menyebabkan harga barang-barang pokok di Kepri relatif lebih mahal dari daerah lain. Sayur mayur, cabai, beras, dan kebutuhan pokok lain umumnya didatangkan dari luar daerah. Biaya transportasi cukup besar menyebabkan hargapun naik.

Memang jika dihitung secara keseluruhan, kondisi yang ada tidak menunjukkan secara signifikan sebagai daerah miskin atau di bawah rata-rata nasional. Jika mengacu data BPS, Kepri sebetulnya mencatatkan penurunan angka kemiskinan. Secara nasional menduduki peringkat 6 terendah kemiskinan nasional. Sektor industri dan pariwisata menjadi penunjang terbesar.

Akan tetapi fakta-fakta bahwa terdapat kantong-kantong kemiskinan dan bermasalah secara ekonomi, tidak bisa ditutupi. Apalagi permasalahan ini sebetulnya banyak dialami oleh masyarakat yang bergelut di sektor informal. Bagi sektor formal, terutama kalangan industri, tingkat penghasilan masih berada di batas mencukupi, karena adanya topangan peningkatan gaji buruh.

BPS mencatatkan data bahwa di tahun 2024 terdapat sekitar 113,33 ribu hektar lahan sawah di provinsi ini. Hasil panen mencapai 305,09 ton per tahun. Dibandingkan daerah lain mungkin angka ini tidak terlalu tinggi. Tetapi jika dibandingkan dengan keseluruhan luas daerah, maka sekitar 40 % adalah daerah yang bisa ditanami.

Ini menunjukkan bahwa sebenarnya Kepri punya potensi besar untuk mendorong sektor pertanian secara maksimal. Ia akan bisa menjadi sumber ekonomi pendamping selain dari kegiatan nelayan. Tetapi tentu saja, permasalahan-permasalahan teknis harus diselesaikan terlebih dahulu.

Merujuk pada realitas geografis serta ekonomi pertanian masyarakat, maka Provinsi Kepri patut jadi perhatian serius.

Wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain merupakan pintu gerbang utama dari segala kemungkinan berbagai hal yang datang dan masuk. Berbagai pengaruh dan ancaman dari luar akan masuk pertama sekali ke daerah ini. Jika kondisi ekonomi masyarakat setempat masih terkatagori “bermasalah”, apalagi menunjukkan belum maksimalnya negara hadir ke wilayah itu, maka ancaman pertahanan negara jadi taruhan. Kepri masuk dalam katagori ini.

Sangat dimungkinkan terjadi pelemahan pada sisi keIndonesiaan, disadari atau tidak. Pengaruh pihak-pihak tertentu dengan imbalan upah dan janji-janji manis dalam kesejahteraan hidup, bisa datang. Disinilah pentingnya kehadiran negara secara signifikan dan menyeluruh.

Apa yang bisa dilakukan serta harus diwujudkan?

Tentu berpulang pada persoalan yang ada. TNI melalui Kogabwilhan I, yang bermarkas di wilayah ini, tentu tidak bisa tinggal diam. Dengan dasar Sishankamrata, maka masalah-masalah riil di masyarakat harus cepat direspon. Masyarakat adalah basisnya pertahanan bernegara. Itu kacamata TNI.

Langkah yang kemudian dilakukan secara konkrit adalah, implementasi Teknologi Tepat Guna (TTG). Dikarenakan kondisi alam dan rasa trauma masyarakat, maka pendekatan teknologi mutlak dilakukan. Untuk meningkatkan unsur hara tanah sehingga kemudian layak untuk diolah dan ditanam, teknologi rekayasa tanah dilakukan. Sampai sejauh ini sudah ada beberapa kelompok tani yang menunjukkan kemajuan signifikan.

Terhadap masalah air bersih, maka pengolahan dan penjernihan air menggunakan seperangkat teknologi dilakukan. Melalui kerjasama dengan lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah setempat, sudah ada beberapa lokasi yang bisa menikmati air bersih secara lebih murah dan mudah.

 

Secara lebih luas tentu ini tidak akan cukup, tetapi semua harus dimulai. Untuk wilayah daratan didorong dengan penguatan kemampuan masyarakat mengolah lahan secara maksimal. Ke wilayah lautan adalah penguatan nelayan tradisional untuk bisa beraktifitas dengan nyaman, aman, dan tentu saja efisien. Teknologi-teknologi tertentu coba diterapkan.

Pasal 33 UUD 1945 menjadi titik awal pemberdayaan sektor informal ini. Negara dengan segala komponennya harus peka dan cepat respon terhadap segala masalah. Inovasi harus dilakukan, dan teknologi tepat guna bisa jadi solusi. Tentu saja keterlibatan masyarakat menjadi penting, mereka bukan sekedar objek tapi subjek yang berpartisipasi. Karena itulah, kelompok di masyarakat, seperti Koperasi, Kelompok Tani, digiatkan dan didorong secara aktif. Kogabwilhan I menyadari itu, sehingga ada keseimbangan antara intervensi teknologi dengan penguatan sumber daya manusia. Sampai sejauh ini, semua sudah on the track, jalan itu sudah dirintis dan interopabiliti sudah dijalankan.

Apa yang coba dilakukan, sebetulnya adalah sebuah upaya sistematis dan berangkai dari keberhasilan-keberhasilan di daerah lain. Sasarannya adalah ketahanan dan keberdayaan masyarakat. Keberhasilan di wilayah daratan akan berkontribusi pada ketahanan pangan. Kesuksesan di wilayah lautan akan menegakkan ekonomi masyarakat sekaligus menunjukkan dedikasi Indonesia di mata negara tetangga.

Kuatnya masyarakat adalah kuatnya bangsa. Dari Kepulauan Riau, jalan-jalan untuk mengisi ruang kosong tersebut terus dirajut. TNI hadir disitu karena ini adalah eksistensi dari Sishankamrata.

Scroll to Top